14 April 2006

(2) Virus, sistem imun dan antibiotika

Seperti banyak disampaikan: virus itu tidak ada obatnya!

Secara ringkas ini jelas salah, wong ada yang namanya "obat anti virus" (antiviral therapy) kok!

Tapi, dua-duanya perlu dipahami lebih dalam. Memang, seperti paparan sebelumnya, secara langsung virus itu sendiri tidak bisa di-mati-kan seperti antibiotika mematikan bakteri (ada memang zat yang bisa mematikan virus secara langsung seperti detergen, alkohol, formaline, tapi tentu tidak mungkin meminumnya untuk membunuh virus di dalam tubuh bukan?).

Lantas, antivirus itu untuk apa?

Untuk bisa memasuki suatu sel, perlu "kunci". Agar virus bisa masuk dengan aman, maka dia memiliki "kunci palsu" yang mirip dengan kunci asli. Dengan cara ini tentara penjaga pintu gerbang maupun barisan intelijen tidak mendeteksinya, karena dianggap "teman" sendiri. Melengganglah virus dengan santai masuk pintu di dinding sel.

Begitu masuk pintu ini, sebenarnya kebanyakan virus tetap meninggalkan jejak yang tertangkap radar barisan intelijen. Sebelum masuk sel, umumnya virus harus melepaskan bajunya (dinding/membran/envelope) dulu. Baju lepas inil yang mudah dikenali oleh tentara tubuh. Bahkan ada virus yang "jaket" (envelope) si virus ini sudah bisa menimbulkan reaksi sistem imun (misalnya HBsAg dari Hepatitis-B). Masalahnya, setelah virus terlanjur masuk sel, barisan intelijen dan batalyon pemukul bingung. Kalau akan dihancurkan sel yang ditumpangi itu masih "keluarga" tubuh sendiri.

Satu kelompok obat antivirus berusaha mencari jalan menghambat kerja virus mencari home-base ini, paling banyak dengan teknik "kompetisi" menutup celah di dinding sel yang "kunci palsu"nya sudah dipegang si virus.

Kelompok antivirus lain, berusaha mengganggu kerja virus dalam menumpang dan menguasai home-base-nya. Dalam teknik ini ada risiko memang, meski sudah diminimalkan. Kadang terpaksa sel yang menjadi home-base- ikut rusak dalam usaha menghancurkan virus yang "menyusup" ke dalamnya. Yah daripada terlanjur dikuasai virus, terus jadi home-base serangan, terpaksa mengorbankan satu sel keluarga sendiri ...

Disamping itu, ada kelompok obat antivirus yang berusaha memperingan efek penyerangan virus dengan cara menghambat kerja "peluru dan meriam" (zat-zat tertentu yang dikeluarkan si virus) penyebab sakit pada tubuh manusia.

Sejauh ini, belum ada obat antivirus yang 100% berhasil menahan/menghambat/ menghancurkan virus. TETAPI efeknya tetap signifikan dalam : memperingan efek serangan virus, meminimalkan efek sisa paska serangan dan memperingan kemungkinan penularan terhadap orang lain.

Sebagai contoh : pada Herpes zoster, pemberian Acyclocyr akan efektif bila mulai diberikan sebelum 24 jam pertama. Mengapa? Agar masih ada kesempatan untuk melawan kerja si virus, sehingga sequele (gejala sisa) bisa minimal. Kalau terlambat, virus terlanjur menguasai keadaan, maka dia akan sempat membentuk "tempat persembunyian" di pangkal pembuluh syaraf, kemudian suatu ketika kembali menyerang.

Ternyata, ada juga virus yang makin pinter. Virus hepatitis B atau HIV misalnya, bisa melakukan teknik "doormant". Begitu masuk sel, dia melihat bahwa suasana di luar sel tidak kondusif untuk melakukan serangan.

Menghadapi ini, si virus akan "sembunyi" dengan cukup menumpang saja, yang penting tidak mati, tidak ambisius menguasai sel tempatnya menumpang. Sampai suatu saat nanti, tentara pas lemah - mungkin situasi politik lagi goyah - si virus bangun dari tidurnya dan menyerang manusia. Karena itu, masa inkubasi HIV bisa bertahun-tahun, baru benar-benar menimbulkan masalah.

Bahkan, sekarang mulai banyak virus hepatitis B yang sudah mengalami mutasi. Akibatnya jaket HbsAg yang biasa dikenali tentara tubuh, bisa berubah penampilan sehingga tidak dikenal. Anti-Hbe yang seharusnya terbentuk setelah infeksi, juga bisa terhambat. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah maraknya vaksinasi massal hepatitis B. Bukan vaksinasinya yang salah, tetapi memang itulah cara virus memenuhi prinsip “survival of the fittest”.

Apakah virus itu memang kerjanya hanya bikin susah? Hmm, ternyata Tuhan memang maha bijaksana. Memanfaatkan sifatnya yang "bak James Bond", jenis virus tertentu bisa kita "titipi" zat terapetik, kemudian di-infeksikan agar memasuksi sel-sel tertentu dalam tubuh kita, sehingga zat terapetik itu ikut terbawa kesana.

Pada lapangan Gene-Therapy, si virus ini kita "rekayasa" agar memiliki sifat genetik tertentu, kemudian kita infeksikan, dia memasuki sel-sel dalam tubuh, menguasai sel tersebut, sehingga akhirnya sel tersebut berubah sifat genetiknya sesuai keinginan kita. Tentu saja, untuk ini dipilih virus-virus yang sudah "dijinakkan".

Pertanyaan berikutnya yang sering muncul: kalau tahu memang infeksi virus, mengapa dokter memberi antibiotika?

Berlanjut …

5 comments:

Anonymous said...

Mau nanya lagi nih,Dok. Tentang vaksinasi hepatitis, yg paling baik Engeric atau HbVac? Apa sebelum imunisasi perlu periksa fungsi liver, HBsAg dan antinya ? Apakah pemeriksaan ini juga berlaku pada anak2?
Pada pasien HbsAg +, apakah bisa dikurangi resikonya menjadi cirrhosis dengan obat2an? Saya mendengar ttg interferon, apa itu bisa digunakan utk pasien HbsAg + ? Terima kasih, dok. Maaf pertanyaannya bertubi2

Tonang Dwi Ardyanto said...

Mana yang paling baik? Maksud Ibu antara Engerix-B dengan HevacB? Maaf Bu, saya tidak cukup pengalaman lapangan untuk memilih yang lebih baik. Bagi saya dua-duanya layak sebagai vaksin hepatitis B. Saya mendengar sedang diteliti jenis vaksin baru yang lebih efektif, tapi dalam tahap penelitian.

Pemeriksaan pra-vaksin (HBsAg, Anti-HBsAg dan anti-HBc) berlaku untuk anak-anak dan dewasa. Kalau untuk bayi, tidak perlu pemeriksaan awal.

Interferon dan lamivudine memang bisa memperbaiki kondisi pada beberapa pasien, tetapi harganya masih relatif mahal. Diberikan pada hepatitis B kronik dengan HBeAg(+). Diharapkan akan membendung kerja HBeAg sampai kemudian menjadi negatif dan progresi penyakit terhenti, kondisinya membaik.

Sekarang sedang dikaji kemungkian terjadinya mutasi pada hepatitis B (HBV mutant) sehingga ada pasien yang tidak mengalami sero-konversi menjadi negatif dan tidak terproduksi zat anti.

Semoga bermanfaat.

Anonymous said...

Terima kasih atas jwabannya, Dok. Saya mau nanya lagi tentang Booster Vaksinasi Hepatitis B,apa perlu dilakukan 3 x atau cukup 1 x saja ? Kalau titer anti HbSAg . 5ooo IU tdk perlu immunisasi booster lagi ?

Tonang Dwi Ardyanto said...

Bu Ira, sampai saat ini booster untuk vaksin hepatitis B tidak diperlukan. Setelah divaksinasi, titer antibodi bertahan 15-20 tahun. Setelah itu sel memori untuk hepatitis B masih efektif. Hanya memang setelah satu seri vaksinasi (3 kali), perlu dites reaksinya. Bila dicapai Anti-HBs minimal 10 IU/ml, maka sudah cukup, tidak perlu mendapatkan booster lagi. Bila belum, terpaksa diulang lagi satu seri vaksinasi. Bila setelah diulang tetap tidak didapatkan kadar cukup, perlu dites lebih teliti bagaimana profil imunitasnya terhadap hepatitis B. Apakah memang non-responder, atau memang ada masalah lain.

Tonang Dwi Ardyanto said...

Wah, maaf Dr Ira, saya belum tahu bila TS Dr Ira yang menulis pertanyaan ini. Maaf.